Wednesday, December 30, 2009

Pembantu dan Rewang

Malam tadi sekitar jam 20.15 WIB, ditengah antri masuk tol dalam kota di depan kedutaan korea dalam hujan gerimis, tiba-tiba saya dikejutkan oleh sirene dan lampu kelap-kelip, ah ada apakah gerangan?

Ternyata, sedan hitam yang konon seharga satu koma tiga milyar dengan pengawalan depan belakang dan plat nomer RI dua angka menerobos antrian , pengawal menutup sementara, membiarkan sang sedan hitam masuk, lalu langsung menuju gerbang tol dalam kota dengan gerakan blitzkrieg sembari menyuruh para pengantri menepi. Mulut saya pun reflek misuh a la Suroboyoan, tapi sepersekian detik kemudian saya sadar bahwa beliau yang di dalam mobil itu tak mendengar, lagi pula beliau yang ada di dalam, pulang malam karena banyak sekali urusan Negara ini yang butuh untuk ditindak lanjuti apalagi menteri itu kan pembantu presiden.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, saya tiba-tiba teringat sosok pembantu beberapa dekade yang lalu, ketika itu pembantu/babysitter/cooker semua dirangkap oleh satu orang, bisa dibayangkan alangkah besar tanggung jawab, pengabdian dan jasanya.

Sedangkan pada sisi yang lain, tidak di dunia nyata tentunya, ada juga lakon batur a la Srimulat, yang selalu menempatkan pembantu sebagai person bebas dan seenak udel, menyetir juragannya, terkadang malah membuat destruksi yang produktif atas situasi genting yang dialami oleh juragannya di atas panggung.

Kembali pada sedan berharga em-em-an itu tadi, mestinya memang bagus untuk para pembantu presiden yang telah bekerja keras, supaya dapat beristirahat di dalam sedan agar jasmani dan rohani nya tetap dalam kondisi puncak sehingga esok selalu siap mengerjakan tugas, dan tentunya sang pembantu punya keluarga yang harus ditemuinya setelah bekerja, maka amat sangat wajar bila beliau harus memakai pembuka jalan agar tak terjebak macet, bayangkan sedan mahal kok ikut-ikutan bermacet-ria seperti layaknya kaum gedhibal di Jakarta yang memang ditakdirkan untuk menghisap gas buang, kan ora ilok kalau sang pembantu presiden malah jadi penyumbang emisi carbon terbesar, padahal target kita kan 26% pengurangan emisi tanpa bantuan asing, sehingga konon katanya telah menjadi bintang di Copenhagen, ya toch?

Jangan lupa anggaran pembelian sedan ini kan sudah disetujui dan dianggarkan oleh anggota dewan periode sebelumnya; jadi ini legal-selegal-legal-nya loh lagipula sedan mewah yang dibeli dahulu sudah sering masuk bengkel dan rewel, kan tidak enak dan tidak nyaman jika pada headlines koran internasional muncul berita:, "Sidang batal karena mobil mogok," Mau ditaruh di mana harkat dan martabat kita sebagai bangsa yang besar?

Tiba-tiba saya merasa menyesal telah memisuhi sedan mahal yang menghalangi antrian saya di pintu jalan tol, tanpa pernah sadar bahwa beliau yang duduk di dalamnya ternyata berjasa besoaaar (ini lebih besar dari ‘besar’) bagi rakyat

Tuesday, November 3, 2009

Tiba-tiba Saya Teringat Teguh

Teguh Slamet Rahardjo a.k.a. Teguh Srimulat adalah pemilik pabrik tawa terbesar yang pernah ada di Indonesia sekaligus juga multi instrumentalis.

Jauh sebelum asimilasi, kerukunan, pembauran atau apapun digembar-gemborkan, Teguh sudah melakukan hal tersebut dan menikahi Raden Ayu Srimulat kemudian mereka berdua membentuk group Gema Malam Srimulat.

Bentuk pertunjukan Srimulat sendiri awalnya adalah musik dan nyanyi keliling dengan diselingi lawak pendek pada saat istirahat. Akan tetapi seiring dengan waktu, maka porsi lawak menjadi semakin besar dan musik/nyanyi menjadi acara pembuka serta pergantian babak dan Srimulat pun menetap di Taman Hiburan Rakyat Surabaya. Setelah mulai mapan kemudian beberapa cabang dibuka (Jakarta dan Solo) lalu TVRI pun dirambah oleh Srimulat

Di bawah ini adalah lagu pembuka Srimulat ketika mereka muncul di TVRI, tak ada alasan yang jelas kenapa lagu dari Roberto Delgado yang berjudul Whisky and Soda yang dipilih. Lucunya lagi, Roberto Delgado sendiri adalah adalah nama samaran dari Horst Wende (ex angkatan darat Jerman) yang suka memainkan musik-musik dunia.

Di lain waktu mungkin saya akan bercerita tentang guyonan a la Srimulat, tapi yang terpenting adalah, Nikmati dulu Whisky and Soda!

Monday, October 26, 2009

Tagline

Menurut wikipedia: tagline adalah sebuah slogan yang dapat diingat dan diasosiasikan pada sebuah produk atau jasa. karena daya ingat manusia terbatas, maka biasanya tagline ini akan sependek mungkin tetapi dengan daya asosiasi pada produk atau jasa sebesar mungkin; maka dari itu, para pemasar berlomba-lomba untuk membuat tagline yang catchy. Sebab jika tagline panjang, selain tak mudah diingat, juga akan disangka mereka senang membaca kitab undang-undang hukum perdata.

Ketika jaman revolusi dulu pun, poster buatan Affandi disertai tagline yang catchy supaya lebih bermakna dan berdampak luas dalam memompa semangat rakyat Indonesia agar bergerak ketika tentara Sekutu masuk Indonesia. Tagline ini dibuat oleh Chairil Anwar, yang konon katanya asal kata tagline tersebut agak miring konotasinya


Gambar 'Boeng Ajo Boeng' oleh Affandi dan Tagline oleh Chairil Anwar

Boeng, Ajo Boeng ! adalah pekik yang terkenal pada masa awal kemerdekaan Indonesia, selain pekik “Medeka!” tentunya. Tiga kata itu bersumber pada suatu poster yang untuk pertama dicetak dalam bentuk stensilan dan disebarkan secara luas untuk memompa semangat para pemuda yang mulai bersiap perang, ketika pasukan Sekutu mulai mendarat di Jakarta. Pelukis Affandi menggambar secara sederhana dengan kuas dan cat suatu figur pemuda kyang memekik, kedua tangan memutuskan rantai belenggu “penjajahan” kanan memegang erat bendera merah putih, tangan kiri terkepal tanda siap untuk berperang. Rupanya lukisan itu kurang lengkap. Hingga datanglah sang penyair Chairil Anwar, mengambil kuas, dengan mimik serius memoles dengan cat, dan sejenak ia bergumam “ Bung, ayo Bung!” lalu tersenyum puas. Entah apa yang terbersit dibenak Chairil, sang penyair revolusi, ia mungkin hanya teringat ajakan bercinta lonte pasar Senen yang baru saja ia tinggalkan........”bung, ayo bung....”dengan nada yang manja tentunya.

cerita di atas dikutip dari sini

Dalam bidang politik, yang sudah barang tentu berbeda dengan marketing, tagline harus sejelas mungkin untuk menghindari plesetan lawan politik, dan memakai bahasa internasional supaya jangkauannya bersifat universal, syukur-syukur dicalonkan menjadi penerima hadiah Nobel untuk motivasi dan semangat.

contoh tagline dapat dilihat di sini.

Tuesday, June 9, 2009

Judul yang (mestinya diharapkan untuk) membebaskan foto

Awalnya sebuah judul adalah perwakilan dari sebuah foto; judul akan mengarahkan penafsiran pemandang pada sebuah kesimpulan juga judul diharapkan untuk membuat pemandang mengetahui maksud dari si fotografer ketika foto dibuat.

Tapi sang fotografer juga mengerti bahwa penafsiran para pemandang akan berbeda-beda sesuai dengan latar belakang mereka, maka ketimbang mengangkangi interpretasi para pemandang foto dengan batasan resmi pada judul, sang fotografer membuat judul yang membebaskan foto tersebut dan membiarkan pemandang melihat, menginterpretasikan foto sekehendak hatinya tanpa dibatasi oleh judul.

Misalnya pada contoh kasus foto dengan judul Merica nomer 30 dari mas Weston yang entah kenapa diterjemahkan sebagai ketelanjangan perempuan yang sensual menurut mbakyu Sontag (lihat halaman 17)

Walaupun pada akhirnya muncul juga paradoks: “tanpa judul pun sebuah judul” dan “tanpa batas juga terbatas”

Thursday, April 23, 2009

G.R.P.


Ini bukanlah Grusin-Rosen Production yang ketika kita masih remaja dan ingin menunjukkan selera pada khalayak ramai serta untuk mempesona lawan jenis, maka kita membeli kaset atau compact disc nya tanpa bisa mengerti musiknya

Tapi ini adalah Gudeg Rasa Proletar, sebuah warung gudeg di depan Pasaraya Manggarai yang diceritakan oleh sang Adipati pada sebuah pagi yang cerah setelah Adipati menerangkan situasi politik modern Indonesia pada para gedhibhalnya

Entah kenapa sang Adipati, pada siang hari berkehendak mengajak para cocomeo dan bholo duphak beliau dengan sedan hitamnya (yang adem, sejuk, penuh musik yang menginspirasi, sehingga membuat kita terkantuk-kantuk, liyer-liyer dan merasa pomah) untuk menikmati sebuah warung gudheg yang diceritakan pada pagi harinya yang menurut sang Adipati dapat direkomendasikan dan dapat dimasukkan pada majalah kuliner internasional sebagai sebuah makanan adiluhung dari daerah Mataram. Tanpa pikir panjang para cocomeo pun mengamini kehendak sang Adipati.

Setelah sampai di lokasi dengan cepat dan selamat, akibat dari gaya nyetir sang Adipati yang merupakan resemblance dari gaya nyetir Soesoehoenan bercampur gaya supir Bajaj dari Bekasi maka dengan strategi jitu yang bernama, nggepuk Lor kenek Kidul, sang adipatipun memarkir Turangga nya di parkiran Pasaraya demi keamanan dan kenyamanan lalu menuju GRP sembari berjalan kaki, kami para cocomeo pun mengikuti sang adipati berbaris di belakang bagaikan punakawan mengikuti Arjuna dalam lakon wayang orang Sumbadra Larung. Dengan langkahnya yang gagah dan berwibawa bagaikan ketua partai menang pemilu, sang adipati pun menuju GRP dan langsung berdawuh tentang apa yang dikehendakinya untuk dahar.

Karena para gedhibal yang biasa hanya makan daging pada hari senin dan kemis akibat masalah financial sedang sisanya adalah jangan bening dan tempe, atau nasi dengan sambal, serta makan di luar jarang sekali, maka bagai kerbau dicocok hidung, para gedhibal pun idem saja dengan pesanan sang adipati, nasi, gudheg komplit, telor dan usus. Sang Adipati pun terkejut ketika melihat para bholo dhupaknya menyamai menu dahar siangnya, ini nyata-nyata sebuah insubordination, mbalelo, mana pernah dalam sejarah Mataram yang adiluhung dan vorstenlanden para gedhibal menyamai menu adipatinya, maka dengan cepat sang Adipati pun menambah Kerupuk pada gudheg nya supaya ada perbedaan signifikan pada harkat dan martabat dalam sesuatu yang di dahar nya.

Ternyata, dibalik situasi warung yang pengap, sumuk dan sempit; gudhegnya memang memang mengagumkan, ceceknya EKK (empuk, kenyal dan kliyer), bumbu pun melimpah ruah, usus ayamnya empuk dan panjang-panjang serta diikat dengan usus; belum telornya, telor pindang yang sekel, pulen dan kuning telornya itu agak kecoklatan menandakan bumbu yang meresap serta ketika dimakan kuning telor tidak terpecah-belah. Ini benar-benar sebuah hidangan abad ini bagi kami para gedhibal. Bahkan es teh nya mempunya dingin yang berbeda, dinginnya menyegarkan di tenggorokan dan aroma teh poci masih terasa di mulut, setelah beberapa saat teh masuk dalam tenggorokan.

Dengan perasaan puas dan takjub dengan pengalaman kuliner para priyayi kraton ini, maka kami pun nderek sang Adipati kembali ke sedannya, apa daya, karena kenyang dan ngantuk, maka langkah kami pun tak bisa teratur lagi seperti para punakawan yang seharusnya.



PS.
1. Cocomeo, entah apa artinya, tapi mestinya ketika sang adipati memanggil kita Cocomeo, tentunya adalah panggilan sayang pada abdi dalemnya bukan?
2. Bholo Duphak, adalah juga penggenep dari perjalanan sang adipati, suatu misal jika sang adipati ingin lihat ban belakang kiri kempes, maka sudah barang tentu ini adalah tugas dari sang bholo duphak, terkadang bholo duphak tertinggal karena sang Aipati langsung tancap gas setelah mendengar teriakan bholo duphak bahwa ban tidak kempes
3. Pomah dapat diterjemahkan sebagai homey, pomah lebih mengarah pada sesuatu yang tak nampak/unseen biasanya timbul dari aura, tindak-tanduk dan sebagainya dari si pemilik tempat/space sehingga membuat tempat itu seperti layaknya rumah kita.
4. gedhibal adalah lapisan terbawah dalam strata masyarakat, lapisan ini bisa menjadi apa saja, tergantung pada strata masyarakatnya, i.e. pedesaan, perkotaan, agraris, cosmopolitan dan macamnya, walaupun lapisan bawah dalam setiap strata,tapi gedhibal tak pernah mati karena keuletan jiwa dan raganya.
5. vorstenlanden adalah tanah raja-raja ketika mataram terpecah belah

Thursday, April 9, 2009

Dan Mencontreng Itu Selesailah Sudah

Akhirnya selesai juga proses mencontreng itu, dengan beberapa catatan:

Meja untuk mencontreng tidak ergonomic untuk orang yang lebih tinggi dari 160cm, karena yang dipakai adalah meja tamu, sehingga pemilih harus menunduk untuk mencontreng, dan ini bukan pekerjaan mudah karena ukuran kertas yang hampir sebesar A2, juga luas bilik suara harus ditentukan karena luas yang ada membuat kita sanggup inceng-menginceng antar tetangga yang sedang menentukan pilihan

Juga cahaya harus diperhatikan, karena ruang mencontreng ternyata cukup gelap serta nama partai dan caleg ternyata kecil sekali sehingga membuat kita mencari sumber cahaya supaya bis amelihat partai dan nama yang ada, semestinya sebuah ruangan dengan tingkat penerangan 300 lux mesti disediakan dengan sebuah ruangan yang cukup luas untuk membentangkan kertas serta lancarnya sirkulasi udara. Font untuk nama partai dan nama caleg harus disesuaikan supaya dapat dilihat dan dibaca dari jarak 30cm.

Mungkin 5 tahun lagi, ini akan jadi kenyataan, ketika Negara ini sudah semakin maju

Sampai lupa, tadi nyontreng apa ya?

Saturday, April 4, 2009

Dua Wajah Kita

Bukan, ini bukan menceritakan wajah Janus yang menoleh ke kanan dan ke kiri, dan namanya dipasang di bulan awal tahun untuk mengingat tahun lalu dan tahun ini yang harus dilalui (mestinya kalau mau adil, di akhir tahun pun kita harus memasang wajah Janus supaya ingat akan masa lalu dan masa akhir, kalau mau lebih adil dan konsisten mestinya setiap bulan dalam tiap tahun).

Ini adalah tentang iklan dari partai politik di media yang makin mengepung kita karena masa kampanye pemilu sudah hampir usai.

Indonesia, dicitrakan oleh partai-partai yang berkuasa atau ikut andil dalam pemerintahan adalah sebuah kesuksesan selama lima tahun belakangan ini (terutama jika dibandingkan dengan pemerintahan periode sebelumnya) dan akan lebih sukses untuk lima tahun ke depan (jika dipilih kembali tentunya). Citra keberhasilan yang diklaim ini terkadang tumpang tindih antara partai-partai yang berkuasa, tapi masih sesuai dengan slogan Bersama Kita Bisa, maka bersama pun kita bisa mengklaim keberhasilan.

Sementara, di lain sisi, kita melihat Indonesia yang kelam, porak poranda serta luluh lantak karena salah urus oleh pemerintah dicitrakan oleh partai yang tidak/belum berkuasa; dan janji-janji pun dicanangkan oleh para oposan untuk masa depan yang gilang gemilang jika mereka terpilih (dengan terms and conditions apply – tentu saja).

Tetapi ada juga iklan partai yang bergerak di wilayah abu-abu, terutama pada masalah Bantuan Langsung Tunai (BLT), awalnya BLT dikecam habis-habisan oleh partai yang memposisikan sebagai oposisi tapi entah kenapa diakhir musim kampanye ini BLT malahan diadopsi dan (katanya) dikawal oleh partai tersebut dan muncul terus menerus di televisi. Ada pula partai yang memerintah tapi menjanjikan hal lebih baik dan lebih cepat (untungnya beliau tak meneriakkan, Citius, Altius, Fortius seperti pada olimpiade) dalam pemerintahan yang akan datang jika mereka dipilih yang divisualisasikan dengan cara menyingsingkan lengan baju.

Tapi jangan khawatir, iklan-iklan ini akan segera menghilang sebentar lagi, sebab Pemilu akan dimulai beberapa hari lagi. Setelah ini, kita akan menyaksikan kembali iklan-iklan yang mencerahkan, menggemaskan dan memotivasi seperti misalnya Aura Kasih berjalan berlenggak-lenggok sembari meminum teh hijau, iklan kondom oleh Julia Perez dan masih banyak lagi

Saturday, March 28, 2009

Arti sebuah Nama

Nama mungkin berarti banyak, setidak-tidaknya ada yang hendak ditunjukkan dalam sebuah nama.

Sebuah nama dari kata-kata asing (dalam hal ini Inggris) ditengarai dapat menaikkan gengsi, membuat berbeda, menunjukkan tingkat pendidikan lebih dari si pemilik nama; walaupun padananan kata dalam bahasa Indonesia nya jelas tersedia tetap ada rasa enggan untuk memakai nya.

Bayangkan nama seperti Golden Triangle atau Golden Bridge; Rasa atau imaji apakah yang muncul di benak kita? Lalu bandingkan dengan dengan Segitiga Emas atau Jembatan Emas apakah ada perbedaannya?

Kita bisa menyangka ini nama sebuah kawasan Narkoba di suatu tempat di dunia hitam ketika mendengar Golden Triangle; mungkin karena kemiripan nama dengan Golden Crescent. Juga mungkin sebuah jembatan megah pada sebuah benua entah di mana ketika mendengar kata Golden Bridge. Sedangkan jika di Indonesiakan, Segitiga Emas akan membuat asosiasi kita menuju pada kawasan pedagangan di Jakarta juga Jembatan Emas akan bersaingan asosiasinya dalam benak kita pada Si Manis Jembatan Ancol, Jembatan Kota Intan dan banyak Jembatan roboh serta tak terurus di negara ini

Lalu mengapa semua memakai nama Emas? Apakah ini hanya faktor ikut-ikutan atau memang mereka melihat terdapat Emas di depan mata ketika membuat nama, dan juga keberuntungan, fortune, rejeki, atau juga kekayaan sehhingga membuat mereka bersekutu dengan nama emas? Mengapa tidak memakai nama seperti Perjuangan Suci, Darah dan Doa, Bambu Runcing atau Ibu Pertiwi yang nyata-nyata heroik dan membumi?

Ternyata sebuah nama dapat ditafsirkan macam-macam akhir-akhir ini

Friday, February 27, 2009

Jarot Prasetyono

Hari ini (26.02.2009), Jarot Prasetyono telah meninggalkan kita karena kecelakaan di Tongas Probolinggo.

Perkenalan resmi kita dengan Jarot adalah pada tahun 1988. kami biasa memanggilnya Deddy Mizwar, terkadang malah HB X karena kemiripannya atau malah terkadang dipanggil dengan panggilan sayang Jrot, Jumarot . Kita juga sering dibuat kagum dengan ide dan kecuekannya yang melebihi batas juga Strategi yang ampuh dan out of the box dalam memperoleh index prestasi yang membuat kita selalu mencoba menirunya.

Strategi Desa Mengepung Kota adalah strategi yang dilakukan pada saat Quiz. Dimana Joki akan dikepung oleh para Kuda demi perbaikan nilai. Mata kuliah-mata kuliah yang menjijikkan seperti Termodinamika, Dinamika, Mekanika Fluida, Kinematika, Perpindahan Panas, Mekanika Teknik terbukti aman dengan memakai strategi ini. Sementara itu tak puas dengan keberhasilannya, maka dia pun menerapkan Strategi Loncatan Jauh ke Depan, ketika para Joki dengan Index Prestasinya yang Setinggi Langit mengambil puluhan SKS, maka dia pun akan mengambil dan mengawal para joki tersebut, sedangkan mata kuliah yang amsyong akan diambil nanti setelah terdapat joki baru dari adik kelas.

Jarot juga dikenal sebagai organisatoris tangguh yang suka tidur di kampus, dan rumah kawan dekat kampus, dengan jaket hijau dan tas ransel nya maka pada saat dia datang mengetok pada malam untuk menginap selama dua atau tiga hari, yang pertama dilakukan adalah menebarkan rokok di tempat-tempat tersembunyi. Sehingga terlepas dari kewajiban share pad asaat malam ketika warung tutup dan uang habis. Pagi hari, biasanya atas inisiatifnya dia akan ke dapur, membuat kopi yang akan diminumnya sendiri di WC supaya juga lepas dari kewajiban Share.

Dalam permainan trump dia adalah lawan yang susah ditebak kartunya, dan pada ujian semester biasanya kami akan bermain trump untuk membalas dendam dan menikmati minggu tenang, yang jika meminjam kalimatnya:
“Pak Item capek-capek membuat soal, kita tipu dia, kita bermain kartu dan tidak usah belajar” sudah barang tentu pada pengumuman ujian kita juga ditipu mentah-mentah oleh Pak Item dan mendapat nilai D atau E.

Pernah pada suatu hari kami menunggu kuliah Mekanika Teknik, yang entah kenapa kelas kami yang kosong dan tak ada dosen, maka dosen kelas sebelah menghampiri dan bertanya: “siapa dosen kalian?” dengan santai jarot berkata: Dosennya Timoshenko Pak (sembari menunjukkan buku Mekanika – Timoshenko) dengan asisten Narko.

Sudah menjadi rahasia umum di kantin, untuk es campur, nasi goreng dan berbagai makanan mewah yang lainnya harus diludahi supaya tidak diambil kawan seperjuangan ketika kita harus meninggalkan kantin untuk ke kamar kecil atau lain hal. Maka pada suatu hari, kawan kita meludah di es campurnya, supaya tidak dimakan oleh Jarot, yang terjadi adalah jarot pun ikut meludah di es campur kawan kita sehingga mereka berdua sama-sama tidak bisa menikmati es campur. Keesokan harinya giliran jarot yang meninggalkan es campurnya maka acar ludah meludah pun terjadi, kawan kita yang masih dendam akan kejadian kemarin, ikut meludah juga. Maka yang terjadi adalah, dengan tenang Jarot membuang ludah-ludah yang ada di Es Campur dan menikmati es campurnya tanpa merasa bersalah.

Yang paling absurd adalah, dia mengaku menangis ketika menonton film Kramer vs. Kramer

Terakhir kami bertemu pada pertengahan 93, terakhir berbicara sebulan yang lalu tentang kunjungan lawatan ke Jakarta/surabaya, tapi ternyata hari ini dia tiada


Selamat Jalan!


Di depan KMS, Di Depan Kantor Gubernur, di depan rumah dengan Civic Merah 1975 yang bertuah dan Di parkiran Delta plaza





(Catatan: foto di atas diambil dari e-mail Rudi Julis, Kalau sempat aku scan dari negative di kamarku di Surabaya, siapa yang memotret tidak begitu jelas, biasanya tripod pinjaman dari Mat Sokem, Tapi yang jelas kameranya adalah Pentax KM)



(Jarot ketiga dari kanan, foto oleh Sokem sang pub dok abadi pada saat bhakti kampus 1990)

Wednesday, February 18, 2009

Satuan Pengamanan

Dahulu kala, obyek penderita dalam setiap apa saja adalah tukang becak. Entah kenapa tukang becak melambangkan segala kebodohan, misfit pada masyarakat, dan segala keanehan. Kosa kata tingkah laku becakan, guyon becakan, menunjukkan tingkah laku dan guyon yang tidak dapat diterima oleh tata karma budaya adi luhung.

Seperti misalnya guyonan di bawah:
Seorang tukang becak menerobos lampu merah, dan langsung dibentak oleh polisi: “dasar tukang becak goblok” ; dengan santai tukang becak menjawab: “kalau pinter aku kan jadi polisi pak”

Padahal kata tukang itu sebenarnya menunjukkan craftsmanship, syukur-syukur dalam craftsmanship nya dia bisa memasukkan unsur seni misalnya tukang mas, tukang patri dan lain-lain. Mengemudikan becak memang butuh kecakapan khusus, walaupun tidak pernah di akui sebagai Tanda Kecakapan Khusus (TKK) dalam pramuka, tetapi membuat becak meliuk-liuk di jalanan sempit dua arah dengan cara menggenjot dan steering dengan hanya mengandalkan kekuatan pergelangan tangan pada setiap ujung bar adalah suatu seni yang sukar untuk ditiru oleh para eksekutif Bike to Work yang akhir-akhir ini dengan sepedanya suka sekali mengambil jalur cepat/jalur mobil. Ditambah lagi suara bell becak yang bergema dan bernada rendah, serta letak dan bentuk rem becak yang eksotis membuat para tukang becak benar-benar undermined oleh bangsa sendiri.

Becak sebagai wakil kelas bawah yang illiterate dan tidak mengerti unggah-ungguh, tiba-tiba terdekonstruksi dan menjadi second worst sejak adanya pernyataan dari wakil becak yang menyatakan direksi pertamina itu adalah satpam


(1) Species becak yang dibicarakan di sini adalah becak kayuh (bisa doltrap tapi jarang memakai rem torpedo) dengan pengemudi di belakang

Tuesday, February 17, 2009

Sahabat Pena

Dahulu kala ketika masih kita masih kecil dan belum ada SMS, Wi-Fi, yahoo messenger, BB pin ID, bahkan ketika menelpon masih meminta sentral untuk menghubungi nomer (tiga angka) yang kita inginkan, sahabat pena adalah seseorang tempat kita bercerita tentang negeri asing, provinsi lain, adat istiadat dan hal-hal baru selain radio siaran luar negeri berbahasa Indonesia di gelombang pendek.

Setiap hari, kita menunggu opas pos yang melewati rumah dengan jam yang sama dan bertanya apakah ada surat atau kartu pos hari ini? Bahkan kadang opas pos yang merangkap khatib di mesjid kecil dekat kampung, mungkin karena bosan, setelah jam tugas masih berkata hari ini tidak ada surat, mungkin besok.

Lalu hari tanpa surat pun kita lalui sembari menyanyikan lagu Mr. Postman dari The Beatles supaya kita terasa orang paling kesepian di dunia sembari memikirkan bagaimana caranya membeli prangko dengan uang jajan yang pas-pasan.

Sabahat pena baik pria dan wanita pada waktu itu benar-benar mendapat tempat; semua majalah (anak-anak atau remaja) juga mempunyai kolom untuk sahabat pena.

Dengan semakin majunya teknologi, pos dan jasanya pun dilupakan, semua tidak perlu ‘waktu tunggu’ lagi untuk berkomunikasi. Opas pos langganan pun pensiun lalu kita lupa siapa opas pos baru, sepeda pos berganti dengan sepeda motor dua tak lalu kita melupakan bahwa opas pos, sepeda pos dengan kantung di boncengan belakang dan sahabat pena pernah ada dalam kehidupan kita.

Tapi sepertinya ada beberapa orang di dunia yang tak suka menerima surat di dunia ini, bahkan mengirim suratpun dianggap penghinaan karena tak sederajat, tak pernahkan orang-orang itu membayangkan betapa susahnya membuat surat, memastikan tidak ada salah ketik atau coretan, memastikan bahwa alamat si pengirim benar dan mengharapkan jawaban.

Yang tidak dapat dimengerti adalah perasaan tidak sederajat dan terhina hanya karena menerima surat, apakah ini karena si penerima surat tidak mempunya kemampuan yang seimbang dalam hal membuat surat dengan si pengirim atau si penerima surat adalah person yang lebih mementingkan budaya bicara ketimbang tulis sehingga menganggap tak sederajat dan tersinggung karena rendah diri akibat kemampuan baca tulis yang berada di bawah rata-rata?

Padahal penyelesaiannya sederhana saja, mendapat surat? Balaslah surat itu!

Friday, February 13, 2009

There are no facts, only interpretation

Cerita lama, cerita ini sebenarnya saduran dari cerita berbahasa inggris, tapi ada baiknya ditulis ulang karena isinya masih actual dengan kondisi sekarang.

Alkisah seorang Wakil Rakyat mengalami ban kempes di depan rumah sakit jiwa, sayang nya dia ketika itu sedang berkendara sendirian serta jauh dari konstituennya, maka benar-benar all by my self untuk mengganti bannya yang kempes.

Setelah mengganti bannya yang kempes tiba-tiba dia sadar nuts pengencang roda nya hilang menggelinding entah ke mana. Dalam keputus asaan nya mencari taxi untuk pergi ke bengkel, tiba-tiba seorang pasien rumah sakit jiwa yang memperhatikan sang wakil rakyat sejak tadi berseru:

“ pak, ambil nut 1 buah dari setiap ban, lalu pasangkan ke ban yang baru diganti, jalankan mobil perlahan-lahan ke bengkel dan beli nut baru untuk mengganti nut yang kurang”

Sang wakil rakyatpun terkejut dan berseru: “kamu ini cerdas kok sampai bisa masuk rumah sakit jiwa?”

Dengan santai sang pasienpun berkata: “ Pak, saya di sini karena gila, bukan karena saya bodoh”

Friday, January 2, 2009

Tipografi Harian Kompas Berubah

Jika diperhatikan Tipografi harian Kompas berubah, semakin hari semakin kecil, bahkan mungkin suatu saat akan sama seperti huruf kompas mobile.

Kalau kompas mobile yang bisa dibaca dengan gprs itu bisa kita zoom in untuk kejelasan, maka untuk harian kompas kita harus menyediakan kaca pembesar sendiri supaya kita bisa zoom in.

Bentuk fisik Kompas baru ini pun semakin ramping, makin asyik dan kompatible jika masuk ke WC umum, karena ketika membuka kedua tangan kita tidak akan lagi bersentuhan dengan dinding WC umum akibat lebarnya koran. tapi masalah yang muncul sekarang kita harus membawa kaca pembesar ke tempat manapun.