Wednesday, February 18, 2009

Satuan Pengamanan

Dahulu kala, obyek penderita dalam setiap apa saja adalah tukang becak. Entah kenapa tukang becak melambangkan segala kebodohan, misfit pada masyarakat, dan segala keanehan. Kosa kata tingkah laku becakan, guyon becakan, menunjukkan tingkah laku dan guyon yang tidak dapat diterima oleh tata karma budaya adi luhung.

Seperti misalnya guyonan di bawah:
Seorang tukang becak menerobos lampu merah, dan langsung dibentak oleh polisi: “dasar tukang becak goblok” ; dengan santai tukang becak menjawab: “kalau pinter aku kan jadi polisi pak”

Padahal kata tukang itu sebenarnya menunjukkan craftsmanship, syukur-syukur dalam craftsmanship nya dia bisa memasukkan unsur seni misalnya tukang mas, tukang patri dan lain-lain. Mengemudikan becak memang butuh kecakapan khusus, walaupun tidak pernah di akui sebagai Tanda Kecakapan Khusus (TKK) dalam pramuka, tetapi membuat becak meliuk-liuk di jalanan sempit dua arah dengan cara menggenjot dan steering dengan hanya mengandalkan kekuatan pergelangan tangan pada setiap ujung bar adalah suatu seni yang sukar untuk ditiru oleh para eksekutif Bike to Work yang akhir-akhir ini dengan sepedanya suka sekali mengambil jalur cepat/jalur mobil. Ditambah lagi suara bell becak yang bergema dan bernada rendah, serta letak dan bentuk rem becak yang eksotis membuat para tukang becak benar-benar undermined oleh bangsa sendiri.

Becak sebagai wakil kelas bawah yang illiterate dan tidak mengerti unggah-ungguh, tiba-tiba terdekonstruksi dan menjadi second worst sejak adanya pernyataan dari wakil becak yang menyatakan direksi pertamina itu adalah satpam


(1) Species becak yang dibicarakan di sini adalah becak kayuh (bisa doltrap tapi jarang memakai rem torpedo) dengan pengemudi di belakang

No comments: