Tuesday, February 17, 2009

Sahabat Pena

Dahulu kala ketika masih kita masih kecil dan belum ada SMS, Wi-Fi, yahoo messenger, BB pin ID, bahkan ketika menelpon masih meminta sentral untuk menghubungi nomer (tiga angka) yang kita inginkan, sahabat pena adalah seseorang tempat kita bercerita tentang negeri asing, provinsi lain, adat istiadat dan hal-hal baru selain radio siaran luar negeri berbahasa Indonesia di gelombang pendek.

Setiap hari, kita menunggu opas pos yang melewati rumah dengan jam yang sama dan bertanya apakah ada surat atau kartu pos hari ini? Bahkan kadang opas pos yang merangkap khatib di mesjid kecil dekat kampung, mungkin karena bosan, setelah jam tugas masih berkata hari ini tidak ada surat, mungkin besok.

Lalu hari tanpa surat pun kita lalui sembari menyanyikan lagu Mr. Postman dari The Beatles supaya kita terasa orang paling kesepian di dunia sembari memikirkan bagaimana caranya membeli prangko dengan uang jajan yang pas-pasan.

Sabahat pena baik pria dan wanita pada waktu itu benar-benar mendapat tempat; semua majalah (anak-anak atau remaja) juga mempunyai kolom untuk sahabat pena.

Dengan semakin majunya teknologi, pos dan jasanya pun dilupakan, semua tidak perlu ‘waktu tunggu’ lagi untuk berkomunikasi. Opas pos langganan pun pensiun lalu kita lupa siapa opas pos baru, sepeda pos berganti dengan sepeda motor dua tak lalu kita melupakan bahwa opas pos, sepeda pos dengan kantung di boncengan belakang dan sahabat pena pernah ada dalam kehidupan kita.

Tapi sepertinya ada beberapa orang di dunia yang tak suka menerima surat di dunia ini, bahkan mengirim suratpun dianggap penghinaan karena tak sederajat, tak pernahkan orang-orang itu membayangkan betapa susahnya membuat surat, memastikan tidak ada salah ketik atau coretan, memastikan bahwa alamat si pengirim benar dan mengharapkan jawaban.

Yang tidak dapat dimengerti adalah perasaan tidak sederajat dan terhina hanya karena menerima surat, apakah ini karena si penerima surat tidak mempunya kemampuan yang seimbang dalam hal membuat surat dengan si pengirim atau si penerima surat adalah person yang lebih mementingkan budaya bicara ketimbang tulis sehingga menganggap tak sederajat dan tersinggung karena rendah diri akibat kemampuan baca tulis yang berada di bawah rata-rata?

Padahal penyelesaiannya sederhana saja, mendapat surat? Balaslah surat itu!

1 comment:

yuwono rahman said...

aku juga kalo nrima surat juga marah... sebel... habis... isinya tagihan semuaa.... ihik....