Wednesday, December 30, 2009

Pembantu dan Rewang

Malam tadi sekitar jam 20.15 WIB, ditengah antri masuk tol dalam kota di depan kedutaan korea dalam hujan gerimis, tiba-tiba saya dikejutkan oleh sirene dan lampu kelap-kelip, ah ada apakah gerangan?

Ternyata, sedan hitam yang konon seharga satu koma tiga milyar dengan pengawalan depan belakang dan plat nomer RI dua angka menerobos antrian , pengawal menutup sementara, membiarkan sang sedan hitam masuk, lalu langsung menuju gerbang tol dalam kota dengan gerakan blitzkrieg sembari menyuruh para pengantri menepi. Mulut saya pun reflek misuh a la Suroboyoan, tapi sepersekian detik kemudian saya sadar bahwa beliau yang di dalam mobil itu tak mendengar, lagi pula beliau yang ada di dalam, pulang malam karena banyak sekali urusan Negara ini yang butuh untuk ditindak lanjuti apalagi menteri itu kan pembantu presiden.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, saya tiba-tiba teringat sosok pembantu beberapa dekade yang lalu, ketika itu pembantu/babysitter/cooker semua dirangkap oleh satu orang, bisa dibayangkan alangkah besar tanggung jawab, pengabdian dan jasanya.

Sedangkan pada sisi yang lain, tidak di dunia nyata tentunya, ada juga lakon batur a la Srimulat, yang selalu menempatkan pembantu sebagai person bebas dan seenak udel, menyetir juragannya, terkadang malah membuat destruksi yang produktif atas situasi genting yang dialami oleh juragannya di atas panggung.

Kembali pada sedan berharga em-em-an itu tadi, mestinya memang bagus untuk para pembantu presiden yang telah bekerja keras, supaya dapat beristirahat di dalam sedan agar jasmani dan rohani nya tetap dalam kondisi puncak sehingga esok selalu siap mengerjakan tugas, dan tentunya sang pembantu punya keluarga yang harus ditemuinya setelah bekerja, maka amat sangat wajar bila beliau harus memakai pembuka jalan agar tak terjebak macet, bayangkan sedan mahal kok ikut-ikutan bermacet-ria seperti layaknya kaum gedhibal di Jakarta yang memang ditakdirkan untuk menghisap gas buang, kan ora ilok kalau sang pembantu presiden malah jadi penyumbang emisi carbon terbesar, padahal target kita kan 26% pengurangan emisi tanpa bantuan asing, sehingga konon katanya telah menjadi bintang di Copenhagen, ya toch?

Jangan lupa anggaran pembelian sedan ini kan sudah disetujui dan dianggarkan oleh anggota dewan periode sebelumnya; jadi ini legal-selegal-legal-nya loh lagipula sedan mewah yang dibeli dahulu sudah sering masuk bengkel dan rewel, kan tidak enak dan tidak nyaman jika pada headlines koran internasional muncul berita:, "Sidang batal karena mobil mogok," Mau ditaruh di mana harkat dan martabat kita sebagai bangsa yang besar?

Tiba-tiba saya merasa menyesal telah memisuhi sedan mahal yang menghalangi antrian saya di pintu jalan tol, tanpa pernah sadar bahwa beliau yang duduk di dalamnya ternyata berjasa besoaaar (ini lebih besar dari ‘besar’) bagi rakyat