Saturday, June 19, 2010

Singapore Sling

Ini bukanlah dialog Jalal dengan Herry Koko dari Surya Group pada lakon ‘Sinyo Minta Sunat’ ketika Herry Koko bertanya tentang minuman kesenangan Jalal sang tukang sunat mulai pagi-siang dan malam. Lebih dari itu ini adalah minuman yang dilembagakan, dianggap bagian dari sejarah sejak tahun 1900an dan akhirnya menjadi bagian menu dari Singapore Airlines.

Sejarah Singapore Sling menurut Wikipedia adalah sebagai berikut:
The Singapore Sling is a cocktail that was developed by Ngiam Tong Boon (嚴崇文), a bartender working at the Long Bar in Raffles Hotel Singapore before 1915. Recipes published in articles about Raffles Hotel prior to the 1970s are significantly different from current recipes, and "Singapore Slings" drunk elsewhere in Singapore differ from the recipe used at Raffles Hotel. The original recipe used Gin, Cherry Heering, Bénédictine, and most importantly, fresh pineapple juice, primarily from Sarawak pineapples which enhance the flavour and create a foamy top. Most recipes substitute fresh juice with bottled pineapple juice; club soda has to be added for foam. The hotel's recipe was recreated based on the memories of former bartenders and written notes that they were able to discover regarding the original recipe. One of the scribbled recipes is still on display at the Raffles Hotel Museum.

Mungkin berbeda dengan campuran asli, kali ini Singapore Ling dibuat campuran Gin, DOM Benedictine, Cointreau, cherry brandy, Angostura bitters dan Grenadine serta dicampur jus jeruk nipis dan nanas membuat warnanya jadi merah menyala sehingga cocok untuk menemani pilihan music dan video yang bertebaran; benar-benar membuat Singapore Sling menjadi eksotis.

Saya memilih music, karena dapat membuat semua panca indra saya selain telinga bisa berkonsentrasi ke subject lainnya. Yang mengagetkan sekaligus menyenangkan adalah adanya pilihan UK top 10 single chart mulai tahun 1961 sampai tahun 2009, rasanya seperti masuk dalam lorong waktu dan membuka satu persatu lembaran lama. Maka dengan segera saya membuat personal playlist dan mulai memilih lagu yang saya sukai dan saya kenal. Tahun 1961, semuanya seperti milik Elvis Presley yang bertahan sampai tahun 1962, kemudian tahun 1963 mop top mulai merajalela dengan beberapa hitsnya, kemudian membagi dua dengan Rolling Stones pada 1965; dengan diselingi Sonny and Cher, Tom Jones, Sinatra Cliff Richard. Pada 1967, Engelbert Humperdinck berbagi dengan beatles dalam 10 top, tapi Procol Harum dengan lagu andalannya ‘lebih pektay dari pucat’ tetap manis ditelinga. Pendek kata; saya memilih lagu yang saya sukai dan saya kenal mulai tahun 1961 sampai 1996 karena setelah 1996 life ain’t fun anymore. Setelah playlist jadi; ujug-ujug semua bittersweet memories kok ya muncul frame demi frame dan seperti dimainkan di proyektor yang mengingatkan saya pada adegan Zus Kim Basinger pada film 9 ½ weeks. Frames ini makin vivid dan rich karena ditemani Singapore sling yang free flow.

Bayangkan saja, ‘I Remember You ‘ yang dinyanyikan Frank Ifield tiba-tiba membuat menyeruak dan muncul seenaknya mengingatkan saya pada mobil mungil berwarna biru metalik yang dengan lincah menyusuri jalan tol setelah pulang menonton film ‘The Fabolous Bakers Boys’di Bioskop Mitra dan yang terekam dari film itu adalah mbakyu Pfeifer bernyanyi dengan ekspresi aduhai. Muncul pula pelajaran bermain gitar jaman tinejer dengan lagu tiga jurus (C F G) dari Ray Charles sambil berteriak : ‘I Can’t Stop Loving You’; Demikian juga lagu-lagu Beatles periode sebelum ‘perkumpulan hati sunyi sersan merica’ hanya mengingatkan pada kaset keluaran Atlantic Record dengan booklet berisi lirik, pembahasan dan chord gitar pada jaman kaset bajakan yang biasanya dibawakan di pos ronda supaya terlihat dan terdengar oleh lawan jenis disekeliling.

Sepertinya Singapore Sling memang membuat otak dapat mengingat denganc epat semua rangkaian adegan yang terstimulasi oleh lagu yang ada; tiba-tiba karena Roy Orbison menyanyikan pretty woman, tanpa disadari saya menghitung berapa kali saya menonton film berjudul Pretty Woman di bioskop dan juga ingat album Diver Down dari Van Halen membuat versi yang lebih ‘sangar’. Apalagi ketika True dari Spandau Ballet dan I will always love you dinyanyikan Whitney Houston tiba-tiba secara acak muncul bersamaan,membuat jadi kebelet pipis.

Tapi sebaiknya saya hindari menceritakan memorabilia pribadi karena nanti saya dapat dituntut oleh beberapa orang yang mirip dengan orang saya kenal dahulu karena dapat dianggap sebagai black campaign dan pembunuhan karakter, saya juga tak ingin dituduh menjadi penulis cerita cabul seperti yang digambarkan oleh Beatles dalam lagu ‘Paperback Writer’ di tahun 1966.

Tiba-tiba saya ingin bermain-main dengan tahun dan waktu lalu menyandingkan peristiwa di suatu tempat yang berjauhan; I can’t get( no satisfaction) masuk official UK singles pada tahun 1965, saya kadang berpikir apakah lagu ini dijadikan theme song oleh Gerwani (yang katanya menurut propaganda) menyiksa para jendral di Lubang Buaya? Dan setelah itu menyanyikan I got You Babe dari Sonny & Cher ketika siksaan selesai? Atau apakah pasukan cakra yang menculik para jendral diam-diam bersiul lagu a hard day’s night di dalam truk tentara untuk membunuh kesunyian dan rasa gugup? Mungkin para eksekutif dari operasi Kalong menyanyikan The Sun Ain’t Gonna Shine Anymore ketika mereka menangkap para simpatisan dan anggota partai di tahun 1966?

Those were the days kata Jeng Mary Hopkin di tahun 1968

Sunday, June 6, 2010

Vodka Conversation

Ini adalah sebuah percakapan karena pengaruh vodka, ketika vodka memasuki lambung dan bereaksi di sana. Percakapan ini mungkin pernah ada, akan ada atau tidak pernah ada sama sekali, karena pengaruh vodka membuat tak ada lagi batas antara kenyataan dan angan-angan dan juga membuat waktu tak lagi linear; lagipula sebuah percakapan pada sepuluh ribu meter di atas permukaan laut selalu tak pernah jelas.

Mengapa vodka? vodka terasa lebih eksotis, karena dari daerah tirai besi (walaupun kenyataannya banyak Negara membuat vodkanya sendiri) dan dalam penerbangan disediakan vodka dan segala turunannya, seperti vodka + cola, vodka + martini juga vodka + jus jeruk tanpa batas. Jika dalam penerbangan disediakan vodka + martono, Maryono, markeso, markuwat dan Mar yang lainnya, mungkin percakapan yang ada lebih surrealis; semakin surrealis lagi jika yang dihidangkan Sopi, legen, tuak atau bahkan cap tikus! Yang tergantung pada volume yang diteguk akan membuat si peminum tambah darah atau malah tumpah darah.

Lalu mengapa pula conversation? Jelas karena ini melibatkan percakapan dua manusia berlainan jenis, bukannya monolog seperti ‘Vagina Monologue’ dan jika diapplikasikan pada vodka akan menjadi Vodka Dialogue kemudian menjadi agak saru jika disingkat dan konotasi akan menyerempet pada penyakit.

Contoh percakapan akan seperti di bawah

So you’re finishing your holiday?
No I’m on business trip.
Oh I’m sorry I thought you’re student, you’re so young

I will put lip balm on your lips using my lips

Wake me up by licking my ear with your lip balm

Lalu apa yang dapat disimpulkan dari percakapan ini? Tak banyak tapi yang terpenting adalah: tiada lagi minum sedikit-demi-sedikit dan dihemat supaya bertahan sepanjang malam karena budget terbatas seperti jaman pembubaran panitia ketika kuliah dulu; kini semuanya free flow! (tergantung kelas tentu saja)