Thursday, April 23, 2009

G.R.P.


Ini bukanlah Grusin-Rosen Production yang ketika kita masih remaja dan ingin menunjukkan selera pada khalayak ramai serta untuk mempesona lawan jenis, maka kita membeli kaset atau compact disc nya tanpa bisa mengerti musiknya

Tapi ini adalah Gudeg Rasa Proletar, sebuah warung gudeg di depan Pasaraya Manggarai yang diceritakan oleh sang Adipati pada sebuah pagi yang cerah setelah Adipati menerangkan situasi politik modern Indonesia pada para gedhibhalnya

Entah kenapa sang Adipati, pada siang hari berkehendak mengajak para cocomeo dan bholo duphak beliau dengan sedan hitamnya (yang adem, sejuk, penuh musik yang menginspirasi, sehingga membuat kita terkantuk-kantuk, liyer-liyer dan merasa pomah) untuk menikmati sebuah warung gudheg yang diceritakan pada pagi harinya yang menurut sang Adipati dapat direkomendasikan dan dapat dimasukkan pada majalah kuliner internasional sebagai sebuah makanan adiluhung dari daerah Mataram. Tanpa pikir panjang para cocomeo pun mengamini kehendak sang Adipati.

Setelah sampai di lokasi dengan cepat dan selamat, akibat dari gaya nyetir sang Adipati yang merupakan resemblance dari gaya nyetir Soesoehoenan bercampur gaya supir Bajaj dari Bekasi maka dengan strategi jitu yang bernama, nggepuk Lor kenek Kidul, sang adipatipun memarkir Turangga nya di parkiran Pasaraya demi keamanan dan kenyamanan lalu menuju GRP sembari berjalan kaki, kami para cocomeo pun mengikuti sang adipati berbaris di belakang bagaikan punakawan mengikuti Arjuna dalam lakon wayang orang Sumbadra Larung. Dengan langkahnya yang gagah dan berwibawa bagaikan ketua partai menang pemilu, sang adipati pun menuju GRP dan langsung berdawuh tentang apa yang dikehendakinya untuk dahar.

Karena para gedhibal yang biasa hanya makan daging pada hari senin dan kemis akibat masalah financial sedang sisanya adalah jangan bening dan tempe, atau nasi dengan sambal, serta makan di luar jarang sekali, maka bagai kerbau dicocok hidung, para gedhibal pun idem saja dengan pesanan sang adipati, nasi, gudheg komplit, telor dan usus. Sang Adipati pun terkejut ketika melihat para bholo dhupaknya menyamai menu dahar siangnya, ini nyata-nyata sebuah insubordination, mbalelo, mana pernah dalam sejarah Mataram yang adiluhung dan vorstenlanden para gedhibal menyamai menu adipatinya, maka dengan cepat sang Adipati pun menambah Kerupuk pada gudheg nya supaya ada perbedaan signifikan pada harkat dan martabat dalam sesuatu yang di dahar nya.

Ternyata, dibalik situasi warung yang pengap, sumuk dan sempit; gudhegnya memang memang mengagumkan, ceceknya EKK (empuk, kenyal dan kliyer), bumbu pun melimpah ruah, usus ayamnya empuk dan panjang-panjang serta diikat dengan usus; belum telornya, telor pindang yang sekel, pulen dan kuning telornya itu agak kecoklatan menandakan bumbu yang meresap serta ketika dimakan kuning telor tidak terpecah-belah. Ini benar-benar sebuah hidangan abad ini bagi kami para gedhibal. Bahkan es teh nya mempunya dingin yang berbeda, dinginnya menyegarkan di tenggorokan dan aroma teh poci masih terasa di mulut, setelah beberapa saat teh masuk dalam tenggorokan.

Dengan perasaan puas dan takjub dengan pengalaman kuliner para priyayi kraton ini, maka kami pun nderek sang Adipati kembali ke sedannya, apa daya, karena kenyang dan ngantuk, maka langkah kami pun tak bisa teratur lagi seperti para punakawan yang seharusnya.



PS.
1. Cocomeo, entah apa artinya, tapi mestinya ketika sang adipati memanggil kita Cocomeo, tentunya adalah panggilan sayang pada abdi dalemnya bukan?
2. Bholo Duphak, adalah juga penggenep dari perjalanan sang adipati, suatu misal jika sang adipati ingin lihat ban belakang kiri kempes, maka sudah barang tentu ini adalah tugas dari sang bholo duphak, terkadang bholo duphak tertinggal karena sang Aipati langsung tancap gas setelah mendengar teriakan bholo duphak bahwa ban tidak kempes
3. Pomah dapat diterjemahkan sebagai homey, pomah lebih mengarah pada sesuatu yang tak nampak/unseen biasanya timbul dari aura, tindak-tanduk dan sebagainya dari si pemilik tempat/space sehingga membuat tempat itu seperti layaknya rumah kita.
4. gedhibal adalah lapisan terbawah dalam strata masyarakat, lapisan ini bisa menjadi apa saja, tergantung pada strata masyarakatnya, i.e. pedesaan, perkotaan, agraris, cosmopolitan dan macamnya, walaupun lapisan bawah dalam setiap strata,tapi gedhibal tak pernah mati karena keuletan jiwa dan raganya.
5. vorstenlanden adalah tanah raja-raja ketika mataram terpecah belah

Thursday, April 9, 2009

Dan Mencontreng Itu Selesailah Sudah

Akhirnya selesai juga proses mencontreng itu, dengan beberapa catatan:

Meja untuk mencontreng tidak ergonomic untuk orang yang lebih tinggi dari 160cm, karena yang dipakai adalah meja tamu, sehingga pemilih harus menunduk untuk mencontreng, dan ini bukan pekerjaan mudah karena ukuran kertas yang hampir sebesar A2, juga luas bilik suara harus ditentukan karena luas yang ada membuat kita sanggup inceng-menginceng antar tetangga yang sedang menentukan pilihan

Juga cahaya harus diperhatikan, karena ruang mencontreng ternyata cukup gelap serta nama partai dan caleg ternyata kecil sekali sehingga membuat kita mencari sumber cahaya supaya bis amelihat partai dan nama yang ada, semestinya sebuah ruangan dengan tingkat penerangan 300 lux mesti disediakan dengan sebuah ruangan yang cukup luas untuk membentangkan kertas serta lancarnya sirkulasi udara. Font untuk nama partai dan nama caleg harus disesuaikan supaya dapat dilihat dan dibaca dari jarak 30cm.

Mungkin 5 tahun lagi, ini akan jadi kenyataan, ketika Negara ini sudah semakin maju

Sampai lupa, tadi nyontreng apa ya?

Saturday, April 4, 2009

Dua Wajah Kita

Bukan, ini bukan menceritakan wajah Janus yang menoleh ke kanan dan ke kiri, dan namanya dipasang di bulan awal tahun untuk mengingat tahun lalu dan tahun ini yang harus dilalui (mestinya kalau mau adil, di akhir tahun pun kita harus memasang wajah Janus supaya ingat akan masa lalu dan masa akhir, kalau mau lebih adil dan konsisten mestinya setiap bulan dalam tiap tahun).

Ini adalah tentang iklan dari partai politik di media yang makin mengepung kita karena masa kampanye pemilu sudah hampir usai.

Indonesia, dicitrakan oleh partai-partai yang berkuasa atau ikut andil dalam pemerintahan adalah sebuah kesuksesan selama lima tahun belakangan ini (terutama jika dibandingkan dengan pemerintahan periode sebelumnya) dan akan lebih sukses untuk lima tahun ke depan (jika dipilih kembali tentunya). Citra keberhasilan yang diklaim ini terkadang tumpang tindih antara partai-partai yang berkuasa, tapi masih sesuai dengan slogan Bersama Kita Bisa, maka bersama pun kita bisa mengklaim keberhasilan.

Sementara, di lain sisi, kita melihat Indonesia yang kelam, porak poranda serta luluh lantak karena salah urus oleh pemerintah dicitrakan oleh partai yang tidak/belum berkuasa; dan janji-janji pun dicanangkan oleh para oposan untuk masa depan yang gilang gemilang jika mereka terpilih (dengan terms and conditions apply – tentu saja).

Tetapi ada juga iklan partai yang bergerak di wilayah abu-abu, terutama pada masalah Bantuan Langsung Tunai (BLT), awalnya BLT dikecam habis-habisan oleh partai yang memposisikan sebagai oposisi tapi entah kenapa diakhir musim kampanye ini BLT malahan diadopsi dan (katanya) dikawal oleh partai tersebut dan muncul terus menerus di televisi. Ada pula partai yang memerintah tapi menjanjikan hal lebih baik dan lebih cepat (untungnya beliau tak meneriakkan, Citius, Altius, Fortius seperti pada olimpiade) dalam pemerintahan yang akan datang jika mereka dipilih yang divisualisasikan dengan cara menyingsingkan lengan baju.

Tapi jangan khawatir, iklan-iklan ini akan segera menghilang sebentar lagi, sebab Pemilu akan dimulai beberapa hari lagi. Setelah ini, kita akan menyaksikan kembali iklan-iklan yang mencerahkan, menggemaskan dan memotivasi seperti misalnya Aura Kasih berjalan berlenggak-lenggok sembari meminum teh hijau, iklan kondom oleh Julia Perez dan masih banyak lagi